November 16, 2008

ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya mereka berkata), ’Ya Tuhan kami, tiadakah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka‘. (Ali Imran: 190-191).
Allah sebagai Khalik semesta alam tidak menciptakan makhluknya dalam bentuk dan keadaan yang sia-sia. Kehidupan makhluk di muka bumi, baik tumbuh-tumbuhan, binatang, maupun manusia, saling berkait dalam satu keutuhan lingkungan hidup.Apabila terjadi gangguan terhadap salah satu jenis makhluk, akan terjadilah gangguan terhadap lingkungan hidup secara keseluruhan.
Hutan, misalnya, apabila dijarah, dibabat tanpa perhitungan dan pertimbangan akan menimbulkan dampak yang berantai. Tidak mengherankan jika akan hilangnya kesuburan tanah di tempat sekitar, mengakibatkan banjir bandang di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau. Dampak selanjutnya dapat mengganggu kehidupan padi disawah dan akhirnya menimbulkan paceklik bagi manusia dan binatang yang hidup di sekitarnya.Dengan demikian, semua makhluk hidup itu punya
satu ikatan kehidupan.
* Lingkungan hidup dalam Al-Qur’an
Islam adalah agama yang realistis, banyak sekali pedoman bagi seorang Muslim/Muslimah untuk mengurus masalah sehari-hari. Karenanya, patutlah diresapkan apa yang telah dikatakan oleh ulama besar kita seperti Buya HAMKA,“Memang, begitulah kebijaksanaan Al-Quran. Karena Islam itu bukanlah semata-mata mengatur ibadah: kepentingan tiap-tiap pribadi dengan Allah saja, tetapi juga memikirkan dan mengatur masyarakat.”Allah telah memberikan tuntunan dalam Al-Quran tentang lingkungan hidup. Karena waktu perenungan, hanya beberapa dalil saja yang diulas sebagai landasan untuk merumuskan teori tentang lingkungan hidup menuruta ajaran.
Dua dalil pertama pada Surat Al An’aam 101 dan Al Baqarah 30 Dalil pertama adalah: “Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan hanya Dialah sumber pengetahuannnya”. Lalu dalil kedua menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Perlu dijelaskan bahwa menjadi khalifah di muka bumi itu bukan sesuatu yang otomatis didapat ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan dulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khafilah. Seperti halnya dalil pertama, dalil ke tiga ini menyangkut tauhid. Hope dan Young (1994) berpendapat bahwa tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup. Tauhid adalah pengakuan kepada ke-esa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Perhatikan firman Allah dalam Surat Al An’aam 79: “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”
Dalil ke empat adalah mengenai keteraturan sebagai kerangka penciptaan alam semesta seperti firman Allah dalam Surat Al An’aam, dengan arti sebagai berikut,“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang..”Adapun dalil ke lima dapat ditemukan dalam Surat Hud 7 yang menjelaskan maksud dari penciptaan alam semesta, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,….Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.”
Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup yaitu agar manusia dapat berusaha dan beramal sehingga tampak diantara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah. Dalil ke enam adalah kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk kepada Allah sebagai maha pemelihara alam semesta ini. Perintah ini jelas tertulis dalam Surat Al An’aam 102 yaitu, “..Dialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu” Dalil ke tujuh adalah penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dari dalil ini adalah Surat Al A’raaf 56 diterjemahkan sebagai berikut; “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya……..” Selanjutnya dalil ke delapan mengurai tugas lebih rinci untuk manusia, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan hidup, seperti yang difirmankanNya dalam surat Al Hijr 19, ”Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” Dalil ke sembilan menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal dalam literatur barat sebagai: siklus Hidrologi. Dalil ini bersumber dari beberapa firman Allah seperti Surat Ar Ruum 48, Surat An Nuur 43, Surat Al A’raaf 57, Surat An Nabaa’ 14-16, Surat Al Waaqi’ah 68-70, dan beberapa Surat/Ayat lainnya. Penjelasan mengenai siklus hidrologi dalam berbagai firman Allah merupakan pertanda bahwa manusia wajib mempelajarinya. Perhatikan isi Surat Ar Ruum: 48 dengan uraian siklus hidrologi berikut ini. Hujan seharunya membawa kegembiraaan karena menyuburkan tanah dan merupakan sumber kehidupan. Surat Ar Ruum 48 Siklus hidrologi Mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan, dan aliran air ke sungai/danau/laut, Al-Qur’an dengan sangat jelas menjabarkannya. Evaporasi, adalah naiknya uap air ke udara. Molekul air tersebut kemudian mengalami pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Kemudian terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan hujan. Air hujan tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air (sungai, danau atau laut. Ini dengan jelas digambarkan dalam Al-Qur’an surat ar-Ruum:48 yang berbunyi; “Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”Sebagai khalifah, sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya. Inilah inti dari dalil ke sepuluh bahwa kebersihan jasmani merupakan bagian integral dari kebersihan rohani. Merujuk pada Surat Al-Baqarah 222; “….sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri.” Serta Surat Al-Muddatstsir 4-5; “..dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa.” Meski slogan yang dikenal umum seperti “kebersihan adalah sebagian dari iman”, banyak diakui sebagai hadis dhaif, namun demikian, Rasulluah S.A.W. bersabda bahwa iman terdiri dari 70 tingkatan: yang tertinggi adalah pernyataan “tiada tuhan selain Allah” dan yang terendah adalah menjaga kerbersihan. Jadi, memelihara lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari tingkat keimanan seseorang. Khususnya beragama Islam. Mengutip disertasi Abdillah (2001), Surat Luqman ayat 20 Allah berfirman, “Tidakkah kau cermati bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu secara optimum. Entah demikian, masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono. Yakni mempertanyakan tanpa alasan ilmiah, landasan etik dan referensi memadai.” Selain itu, manusia harus mempunyai ketajaman nalar, sebagai prasyarat untuk mampu memelihara lingkungan hidup. Hal ini bisa dilihat Surat Al Jaatsiyah 13 sebagai berikut; “Dan Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar memadai.”Dalil-dalil di atas adalah pondasi dari teori pengelolaan lingkungan hidup yang dikenal dengan nama “Teorema Alim” yang dirumuskan sebagai berikut: Misi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah.
Perangkat utama dari misi ini adalah kelembagaan, penelitian, dan keahlian. Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah mutu lingkungan. Berdasarkan “Teorema Alim” ini, kerusakan lingkungkan adalah cerminan dari turunnya kadar keimanan manusia. Rasulullah S.A.W. dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Seperti yang dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan kebersihan sebagai standar lingkungan hidup.
Dalam kehidupan seorang muslim, Alquran menjadi sumber inspirasi utama serta pedoman bagi hidupnya. Alquran telah banyak berbicara tentang persoalan kehidupan manusia, termasuk pembahasan akan lingkungan hidup. Karena itu, menurut Ibnu Rush dan Muhammad Abduh, kekuatan Alquran sebagai mukjizat tidak terbatas pada aspek i‘zaj-nya.Tetapi juga terletak pada aspek kandungan makna ajaran yang mengacu kepada masa depan.
Tanpa berniat berapologi dan romantisasi, kita dapat membayangkan ketika Alquran diturunkan 14 abad yang lalu, ia telah berbicara tentang konteks kehidupan di luar batas kehidupan saat itu.Bagaimana Alquran sejak dulu sudah berbicara tentang daur ulang lingkungan hidup yang sehat lewat angin, gumpalan awan, air, hewan,tumbuh-tumbuhan, proses penyerbukan bunga,buah-buahan yang saling terkait dalam satu kesatuan ekosistem. Hal-hal tersebut dapat ditemukan dalam beberapa ungkapan Alquran, diantaranya, surat Albaqarah: 22 dan 164; Arrum: 48;Al-Muminun: 18; dan Al-Hijr: 22.
Namun, ketika Alquran mengajarkan tentang pelestarian, konservasi, dan pemeliharaan lingkungan hidup, di sisi lain pencemaran,perusakan bahkan berbagai penjarahan terhadap lingkungan itu sendiri semakin merajalela.Berbagai pencemaran seakan telah menjadi fenomena harian yang tidak tertinggal.Padahal, Allah SWT telah banyak memperingatkan makhluk-Nya lewat kisah-kisah, ungkapan,peringatan, bahkan teguran dalam Alquran untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi (walaa tufsiduu fii al ardh). Kisah banjir terhadap kaumnya Nabi Nuh merupakan salah satu dari sekian banyak peringatan bagi kaum-kaum lainnya.
Rangkaian bencana baik lahiriah maupun dhahiriah yang terus menimpa bangsa ini dapat menjadi renungan dan bahan instrospeksi bagi sikap-sikap kita terhadap lingkungan. Karena ternyata, menurut Alquran, kebanyakan dari kerusakan yang ada saat ini disebabkan oleh ulah kita sebagai manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab.
Keprihatinan kita terhadap rentetan musibah seperti bencana banjir, gempa di Nabire, Papua,dan gempa tsunami di Aceh serta yang terakhir terjadi di daerah Jawa Tengah dan Jogjakarta dapat dijadikan titik tolak bagi kita semua untuk meninjau ulang sikap keberagamaan kita terhadapkeberadaan lingkungan sekitar. Puncak keprihatinan itu harus menimbulkan semangat untuk memperhatikan dan mempertimbangkan dimensi etis, baik etis-teologis maupun etis-antropologis dalam struktur utuh kerangka dasar bangunan tindakan manusia.
Dimensi etis dan moralitas terkesan sering diabaikan dalam gerak laju pembangunan dalam lingkungan hidup. Dimensi etis sering dianggap faktor penghambat dan tidak menguntungkan, padahal etika dan moralitas memiliki ciri dasar pemihakan yang jelas. Pemihakan terhadap kebaikan bersama, kepada mustadh‘afin, kepada lingkungan yang sehat dan ramah.
Al-Quran sangat jelas dan tegas mengajarkan manusia untuk menjaga keseimbangan alam ini. Makna keseimbangan yang diciptakan Allah berupa
lingkungan yang bermanfaat bagi kehidupan dengan menghindari upaya perusakan di muka bumi.
Tentang larangan merusak lingkungan serta menjaga kelestarian dan keseimbangan alam ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qhashash: 77, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Masalah lingkungan hidup adalah masalah kompleks yang perlu ditumbuhkan lewat kesadaran. Kesadararan akan lingkungan perlu dibudayakan lewat berbagai media cetak, visual, dan media-media lainnya termasuk media khutbah,majelis taklim, di sekolah-sekolah,pesantren pesantren, seminar-seminar, dan tempat-tempat persemaian tunas-tunas bangsa ini.
Tipisnya keimanan akan melenakan kaum dewasa untuk membangun kedisiplinan kaum belia dalam pelestarian lingkungan. Kebersihan belumlah menjadi tradisi ataupun kebiasaan hidup. Disamping itu tidak dijalankanya sanksi yang efektif untuk mencegah pencemaran lingkungan menjadikan kesadaran akan kebersihan sangat rendah. Wajar saja kalau umat Islam masih lekat dengan konotasi: kumuh, kotor, jelata, semrawut, dan seterusnya. Hal ini karena umat Islam cenderung untuk mengabaikan masalah kebersihan, salah satu aspek pemeliharaan lingkungan hidup. Perhatikan acara-acara besar umat Islam seperti Hari Raya ‘Aid al Fitr atau acara ceramah oleh ustad terkenal yang berlangsung di lapangan terbuka. Usai acara, tempat tersebut menjadi lebih kotor dan kumuh. Umat Islam menjadi bias dari keyakinannya sendiri, kebersihan dan keimanan dianggap suatu hal yang terpisah. Menyadari runyamnya masalah lingkungan hidup, langkah pertama pemecahannya adalah peningkatan “ukhuwah” (kerjasama) antar ilmuwan dan alim-ulama agar bahu-membahu mampu mengemban amanat Allah untuk memelihara bumi. Salah satu hasil kerjasama tersebut adalah program pelatihan bagi para tokoh agama untuk memperdalam wawasan lingkungan hidup. Kalau gerakan sadar lingkungan telah menjadi kesadaran kolektif dan membudaya di masyarakat luas, berikut di dalamnya memunculkan gerakan praksis, Insya Allah beragam bencana dapat diantisipasi dan dieliminasi

No comments: